Sales Daerah: Cara Mas Ibin Promosikan Kota Blitar ke Nusantara

Reporter

Aunur Rofiq

Editor

Yunan Helmy

17 - Oct - 2025, 04:06

Wali Kota Blitar H Syauqul Muhibbin melepas pengiriman produk unggulan daerah di halaman kantor wali kota, Rabu (15/10). Kegiatan ini menjadi bagian dari inisiatif perdagangan antarwilayah dan cikal bakal pendirian Blitar Trade Center (BTC) pada 2026. (Foto: Bagian Umum Setda Kota Blitar) 

JATIMTIMES — Di tengah rutinitas pemerintahan yang kerap disibukkan oleh urusan administrasi, Wali Kota Blitar H Syauqul Muhibbin memilih mengambil peran yang tak biasa.

Bagi pria yang akrab disapa Mas Ibin itu, kepala daerah bukan hanya pejabat publik, tetapi juga seorang “sales daerah” yang aktif memasarkan potensi wilayahnya ke berbagai penjuru Nusantara.

Baca Juga : Kolaborasi Berlanjut, Layanan Makin Dekat: Dispendukcapil dan PN Blitar Gelar Sidang Keliling di Kanigoro

“Saya ini biasa nyales. Apa pun yang bisa dijual dari Kota Blitar, ayo kita pasarkan ke luar. Kepala daerah itu pelayan masyarakat, iya, tapi juga sales yang memajukan ekonomi daerahnya,” ujarnya sambil tersenyum.

Filosofi itu bukan sekadar ungkapan. Dalam dua tahun terakhir, Pemerintah Kota Blitar aktif membangun jaringan perdagangan antarwilayah, menandatangani nota kerja sama dengan sejumlah daerah di Jawa Timur dan Jabodetabek. Modelnya sederhana namun progresif: daerah memasarkan produk unggulannya ke daerah lain yang membutuhkan.

Bagi Mas Ibin, langkah itu adalah bentuk konkret kemandirian ekonomi daerah. Ia ingin menjauhkan Blitar dari ketergantungan pada pasar lokal yang terbatas. “Kalau mau ekonomi rakyat tumbuh, pasarnya harus diperluas.Kita harus berani membuka pintu perdagangan lintas kota, bahkan lintas pulau," katanya. 

Langkah kecil itu sudah dimulai. Rabu pagi (15/10/2025), dari halaman Balai Kota Blitar, ia melepas pengiriman 10 ton telur ayam ke Kota Depok sebagai tindak lanjut dari kerja sama dagang yang telah diteken sejak awal tahun. Kerja sama tersebut merupakan bagian dari program perdagangan antar daerah yang ia gagas. Sebelumnya, produk unggulan Blitar juga telah dikirim ke Surabaya dan Jakarta.

Namun, di balik aktivitas simbolik itu, Mas Ibin punya agenda besar: pembangunan Blitar Trade Center (BTC) pada tahun anggaran 2026. Ia menyebut pusat perdagangan ini sebagai “bursa komoditas daerah”, tempat semua produk unggulan Blitar dan sekitarnya bisa diakses oleh pembeli dari seluruh Indonesia.

“Bayangkan nanti semua pengusaha, koperasi, dan trader Blitar punya kantor di BTC.Dari luar daerah, orang bisa langsung cek harga telur, kopi, melon, bahkan hasil ternak atau kerajinan di BTC. Semuanya transparan, bisa dipesan secara online, dan diverifikasi," tuturnya menjelaskan konsep itu.

Mas Ibin membayangkan BTC sebagai jantung ekosistem perdagangan digital dan fisik di Blitar Raya. Di sana akan berdiri kompleks perkantoran, pergudangan, dan sistem informasi harga yang bisa diakses publik. “Kalau di Jakarta ada bursa efek yang menampilkan harga saham, di Blitar nanti ada BTC yang menampilkan harga komoditas,” ujarnya.

Ia menekankan, BTC bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan strategi ekonomi daerah berbasis jaringan antarwilayah. Dalam konsepnya, BTC akan menjadi pusat data, logistik, sekaligus validasi pedagang terpercaya. Semua trader yang tergabung akan diverifikasi untuk mencegah praktik penipuan atau pengiriman barang tidak layak. “Kita ingin perdagangan antar daerah ini terjamin. Barangnya bagus, penjualnya jelas, pembelinya aman,” katanya.

Kepala Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Blitar, Freddy Hermawan, menjelaskan bahwa gagasan BTC lahir dari kebutuhan nyata. Selama ini, banyak pengusaha kecil Blitar kesulitan mengakses pasar luar daerah karena keterbatasan informasi dan jaringan logistik. “Padahal kualitas komoditas kita sangat bersaing,” ujarnya.

Ia mencontohkan komoditas telur. Harga di Blitar masih di bawah Rp30 ribu per kilogram, sementara di Depok bisa menembus Rp33 ribu. Selisih harga itu menjadi peluang ekonomi besar. “Harga kita kompetitif dan kontinuitas pasokannya kuat. Ini alasan mengapa produk Blitar diminati daerah lain,” kata Freddy.

Selain hasil peternakan, Freddy menambahkan, pemerintah tengah menyiapkan perluasan jenis komoditas yang bisa dipasarkan antarwilayah. Mulai dari hasil kerajinan seperti kendang dan olahan kayu, hingga produk agro dan perkebunan. “Kita ingin BTC nanti menjadi etalase semua potensi ekonomi masyarakat Blitar,” katanya.

Baca Juga : Dari Kuda Angkut ke Pos Udara: Sejarah Layanan Pos di Hindia Belanda 1862-1930

Mas Ibin optimistis, jika berjalan sesuai rencana, BTC akan menjadi episentrum baru perdagangan Jawa Timur bagian selatan. Ia menargetkan, pada 2026 seluruh regulasi pendukung seperti retribusi, perizinan, dan sistem digital sudah siap. Pemerintah juga berencana menggandeng koperasi, pelaku UMKM, dan asosiasi pedagang untuk mengisi ruang-ruang di pusat perdagangan tersebut.

Lebih jauh, ia melihat BTC bukan hanya soal perdagangan, tapi juga soal mentalitas pembangunan daerah. Bahwa kemajuan tak cukup menunggu investor datang; daerah harus berani menjemput peluang. “Kalau pengusaha di Jakarta bisa kirim barang ke Blitar, kenapa kita tidak bisa kirim ke Jakarta?” katanya.

Dalam pandangannya, seorang kepala daerah tidak boleh sekadar mengurus birokrasi. Ia harus memahami potensi komoditas, tahu bagaimana memasarkan, dan berani menawarkan. “Jadi, kepala daerah hari ini bukan hanya pemimpin formal, tapi juga ujung tombak pemasaran daerah,” ujar Mas Ibin.

Ia menegaskan bahwa pendekatan ini sejalan dengan semangat otonomi daerah, yakni membangun dari kekuatan lokal untuk kesejahteraan warganya. “Pelayan masyarakat itu bukan hanya mendengar keluhan, tapi juga membuka jalan agar rakyat punya penghasilan,” katanya menutup pembicaraan.

Mayapada

Program “sales daerah” ala Mas Ibin ini memang belum sepenuhnya sempurna, tetapi semangat yang dibawanya telah mengubah cara pandang banyak aparatur dan pelaku ekonomi lokal. Dari ruang publik seperti Car Free Day hingga gagasan pendirian Blitar Trade Center (BTC) yang mulai disiapkan pada 2026, ia tengah membangun ekosistem perdagangan rakyat yang terhubung langsung dengan pasar nasional.

Langkah-langkah itu kini mulai membuahkan hasil. Kota Blitar berhasil meraih Mandaya Awards 2025 dari Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Republik Indonesia untuk kategori Pemberdayaan Masyarakat yang Inspiratif dan Berdampak. Penghargaan bergengsi yang diserahkan langsung oleh Menko Abdul Muhaimin Iskandar di Jakarta itu menjadi pengakuan atas keberhasilan Kota Blitar dalam membangun sistem ekonomi kreatif berbasis UMKM dan gotong royong warga.

Bagi Mas Ibin, penghargaan tersebut bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan panjang pemberdayaan. Ia menegaskan bahwa kepala daerah bukan hanya pelayan publik, tetapi juga penggerak ekonomi yang harus turun langsung memasarkan potensi daerahnya. “Kita ingin setiap warga merasakan bahwa Kota Blitar bukan hanya tempat tinggal, tetapi tempat berkarya,” ujarnya.

Dari kota kecil di selatan Jawa Timur, Blitar kini meneguhkan diri sebagai kota pemberdayaan dan perdagangan kreatif. Program BTC akan menjadi jembatan antara pelaku usaha kecil dengan pasar nasional, memperluas jangkauan produk olahan pangan, fesyen, dan kerajinan tangan buatan warga. Bersama semangat gotong royong yang hidup di Car Free Day, pasar kreatif, dan pusat ekonomi rakyat, Blitar melangkah menuju masa depan yang lebih mandiri dan berdaya.

Di balik semangat Mandaya yang berarti “mandiri dan berdaya”, Kota Blitar menunjukkan bahwa pembangunan sejati tumbuh dari bawah, dari kreativitas warganya sendiri. Dalam visi itu, peran seorang “sales daerah” bukan sekadar metafora, melainkan strategi nyata untuk menjadikan Blitar sebagai kota yang mampu berdiri di panggung perdagangan nasional dengan identitasnya sendiri.