JATIMTIMES - Kecelakaan truk tangki bermuatan tetes tebu terjadi di Flyover Kotalama, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, Senin (4/8/2025) sore. Diduga, penyebab kecelakaan adalah kerusakan pada sambungan gandengan truk yang membuat bagian belakang kendaraan terlepas dan menghantam pembatas jalan.
Akibat insiden ini, empat orang dilaporkan terluka. Satu di antaranya mengalami indikasi patah tulang. "Kalau kita lihat dari sambungan besinya, memang kondisinya sudah cukup parah," ujar Kasatlantas Polresta Malang Kota, Kompol Agung Fitransya.
Baca Juga : Mahasiswa KKN Unisba Blitar Hadirkan Pendidikan Karakter di SDN Karangsari: Lawan Bullying, Bangun Empati
Menurut Agung, setelah lepas dari induk truk, gandengan mundur sekitar 10 hingga 15 meter sebelum akhirnya menabrak pembatas flyover. Tak hanya itu, muatan tetes tebu yang tumpah membuat jalanan licin dan menyebabkan beberapa pengendara motor tergelincir.
Insiden di Malang ini lantas menjadi pengingat bagi para pengemudi, khususnya saat berada di dekat truk atau bus besar.
Sony Susmana, Senior Instructor dari Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), menjelaskan dua hal krusial yang perlu diperhatikan pengendara saat berhadapan dengan kendaraan besar di jalan.
“Pertama, soal keselarasan kecepatan. Banyak pengendara yang melakukan kesalahan dengan mendahului dari sisi kiri, yang sebenarnya merupakan lajur lambat,” ungkap Sony, dikutip Otodriver.com, Selasa (5/8/2025).
Menurutnya, truk yang membawa muatan berat sangat berbahaya jika dilampaui dari sisi yang salah, terlebih saat kecepatan tidak terkontrol. Bahaya makin besar bila truk melaju pelan di jalan bebas hambatan.
Hal kedua yang tak kalah penting adalah soal blind spot. Sony mengingatkan bahwa pengemudi truk tidak bisa melihat kendaraan lain yang berada di titik buta, baik melalui kaca spion maupun jendela.
“Jangan lupa juga, kontrol kecepatan sesuai aturan, dan jaga jarak aman terhadap posisi truk ataupun bus,” imbaunya.
Dharmawan Edy Susanto, VPC CBU Sales Operation PT DCVI, juga menekankan pentingnya menjauh dari bagian belakang truk, terutama yang menggunakan gandengan.
"Misalnya truk akan belok ke kiri, maka sisi kanan belakang akan menutup gerak kendaraan dari belakang. Kalau ada yang sudah di sisi kanan, pengemudi harus lebih hati-hati agar kendaraan tidak terdorong," jelas Dharmawan.
Baca Juga : Ngeri: Sebelum Dikubur Ibu Kandungnya Sendiri, Bayi di Sanggrahan Masih Hidup
Ia menyebutkan bahwa pengemudi motor atau mobil kecil sebaiknya menjaga jarak minimal satu meter dari truk. Jika memungkinkan, jarak tersebut bisa diperlebar agar terhindar dari bahaya blind spot.
“Blind spot adalah area yang tidak terlihat oleh pengemudi truk dari posisi duduk mereka. Wilayah itu sangat berbahaya,” wantinya.
Catur Wibowo, instruktur dari Defensive & Safety Driving Consulting (DSTC), juga mengingatkan pentingnya memahami karakter jalan tol di Indonesia yang berbeda dengan negara lain.
"Kalau di luar negeri seperti Autobahn Jerman, ada ruas jalan yang boleh dipacu dengan kecepatan tinggi. Tapi di sini, ada batas kecepatan maksimal dan minimal yang harus dipatuhi," jelasnya.
Catur menekankan, jalur kanan hanya untuk mendahului, dan bahu jalan bukan tempat untuk berkendara kecuali untuk mobil darurat sesuai aturan. "Kelihatannya sederhana, tapi kalau dilanggar bisa mematikan," ujarnya.
Sony Susmana dalam kesempatan lain juga menegaskan bahwa tidak ada aturan yang membolehkan mobil melaju dengan kecepatan tinggi hanya karena sedang malam hari atau jalanan lengang. “Nggak ada rumusnya ‘hafal’ kondisi jalan. Situasi pasti berubah-ubah meskipun di jam yang sama,” tuturnya.
Ia menyarankan, bila ingin adu kecepatan, tempatnya bukan di jalan tol melainkan di sirkuit. Bahkan jika mengendarai mobil sport sekalipun, aturan tetap harus ditaati.