Brongkos, Makanan Spesial Raja Jawa yang Mirip Sup Kacang Merah Belanda
Reporter
Mutmainah J
Editor
Nurlayla Ratri
29 - Nov - 2023, 01:10
JATIMTIMES - Kuliner Yogyakarta tak melulu soal gudeg. Banyak juga sajian kuliner khas Jogja lainnya yang tak kalah lezat. Nah salah satunya seperti Brongkos.
Brongkos sendiri tak seperti Gudeg. Makanan yang satu ini hampir tidak akan dijumpai selain di Yogyakarta karena Brongkos termasuk kuliner yang –meminjam istilah Bondan Winarno dalam buku 100 Mak Nyus Joglosemar (2016)—jarang merantau keluar daerahnya.
Baca Juga : Semar Nundung Kala, Lakon dalam Pagelaran Wayang Kulit HUT ke-1263 Kabupaten Malang
Brongkos ini kerap disebut mirip dengan rawon karena sama-sama menggunakan keluak. Namun nyatanya, kedua makanan ini berbeda.
Brongkos dimasak dengan santan kental, sedangkan rawon tidak. Kehadiran santan kental menjadikan brongkos lebih mlekoh dan tebal kuahnya, serta lebih gurih cita rasanya. Bumbu brongkos juga relatif lebih kompleks dibanding rawon.
Isian dari Brongkos itu juga berbeda dengan Rawon. Brongkos memiliki isian sapi yang dipotong kotak kecil, kacang tolo, dan cabai rawit yang dibiarkan utuh. Daging sapi dalam brongkos sangat empuk dan porsinya relatif banyak. Kuah brongkos yang gurih dipadu dengan potongan daging sapi yang empuk mencuatkan kelezatan yang bikin nagih.
Brongkos sangat nikmat disantap dengan nasi putih hangat sebagai lauk tunggal. Kuahnya tidak begitu pedas. Tapi bagi penyuka pedas, di antara potongan dagingnya terdapat cabai-cabai utuh yang bisa diceplus. Lebih nikmat lagi, nasi dan sayur brongkos disantap dengan kerupuk, baik kerupuk udang, kerupuk gendar, dan kerupuk kulit, atau emping melinjo.
Dilansir dari akun Tiktok @goodnewsfromindonesia, dulunya brongkos menjadi salah satu menu yang hanya bisa disantap oleh masyarakat kelas atas saja. Hal ini karena adanya bahan-bahan yang mahal seperti daging sapi yang kala itu enggak semua orang bisa menjangkaunya.
Meski identik dengan olahan daging sapi, bahan spesial dari brongkos adalah kacang tolo-nya. Kacang tolo pada brongkos dianggap sebagai pengaruh budaya asing, karena kala itu kacang tolo dibawa oleh orang India dan China ke nusantara.
Dulunya Brongkos disebut sebagai sayur karena menurut buku Wisata Jajan Yogyakarta (2008) yang diterbitkan oleh majalah Intisari isian Brongkos pada masa lalu brongkos memang berisi sayur-sayuran, antara lain: kacang tolo, buncis, kulit melinjo, dan tahu. Tidak mengandung daging. Kalaupun ada dagingnya, biasanya berupa daging giling yang dibentuk bulatan seperti bakso kecil atau daging tetelan. Itu pun jumlahnya tidak banyak.
Tapi pada perkembangannya, isiannya berubah. Brongkos masa kini isiannya berbeda. Yang dominan bukan sayuran, melainkan daging, seperti brongkos yang kita kenal sekarang.
Dalam buku Kuliner Sleman, Cita Rasa Lembah Merapi Bersemi Membangun Diri (2009) disebutkan, brongkos konon berasal dari kata brownhorst yang merupakan campuran bahasa Inggris dan Perancis yang kemudian diplesetkan menjadi kata Jawa yang dimaksudkan untuk masakan daging yang berwarna coklat.
Baca Juga : HUT Pertama RSUD dr Karneni Campurdarat Ditandai Potong Tumpeng dan Grebek Sayur
Disebutkan, dalam khazanah kuliner Jawa, brongkos merupakan salah satu Java Deli atau enak-enakannya orang Jawa. Buktinya, brongkos iwak congor (brongkos hidung sapi) menjadi syair penutup tembang Jawa yang menceritakan masakan paling lezat dan disukai orang Jawa.
Rasa khas brongkos timbul karena isi buah pucung (keluak) yang mengalami fermentasi alami. Cita rasa gurih aromatis, legit, dan hangat yang berkombinasi dengan santan dan kacang-kacangan akan terasa nikmat setelah dibiarkan semalam dalam suhu kamar. Sungguh, sebuah rahasia kelezatan dapur orang Jawa yang patut diacungi jempol.
Konon nasi brongkos di Jogjakarta dahulu hanya dinikmati oleh kaum ningrat karena menggunakan daging sapi sebagai bahan bakunya. Tokoh yang merupakan penggemar nasi brongkos di antaranya adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan X, Probosutedjo, serta budayawan Umar Kayam yang bahkan memaksa supir pribadinya, Mister Rigen, untuk belajar mati-matian agar dapat menyajikan brongkos yang lezat. Biasanya nasi brongkos dihidangkan bersama telur rebus, tempe bacem, keripik tempe, tempe koro, perkedel, tahu goreng, kerupuk, atau emping.
Pakar Gastronomi dari Jogjakarta Murdijati Gardjito menyatakan, brongkos sangat populer di Jawa. Serat Centhini yang ditulis pada tahun 1814-1823 menyebutnya hingga sepuluh kali. Dijelaskan bahwa brongkos disajikan untuk makan pagi, makan siang, dan makan malam sebagai hidangan saat menyambut tamu maupun upacara adat perkawinan.
Sementara dituliskan dalam Kookboek atau buku masakan karya penulis Belanda pada tahun 1925, diceritakan bahwa pada zaman penjajahan, brongkos ini menjadi salah satu hidangan paling lezat. Brongkos sendiri telah menjadi hidangan mewah Rijsttafel bergaya Indische. Bahkan, kuliner brongkos ini dulunya dihidangkan dengan tata meja ala restoran mewah pada zaman penjajahan.
Ketika masa penjajahan berakhir, ternyata rasa brongkos ini tetap konsisten lezatnya dan bertahan menjadi hidangan istimewa khas Yogyakarta. Untuk jenis dari brongkos ini juga terbilang cukup beragam, mulai dari brongkos telur, brongkos koyor sapi, brongkos daging, hingga brongkos tulang muda.
Tak heran bila pada tahun 2018, brongkos khas Jogjakarta dinobatkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI. Pada tahun itu, Kemendikbud RI mengesahkah 225 jenis warisan budaya dari Aceh hingga Papua menjadi WBTb, salah satunya adalah brongkos khas Jogjakarta. Acara pengesahan dilaksanakan di Gedung Kesenian Jakarta pada 10 Oktober 2018.