JATIMTIMES - Pemerintah Kota Blitar di bawah kepemimpinan Wali Kota H. Syauqul Muhibbin, yang akrab disapa Mas Ibin, kembali mencatatkan prestasi gemilang di tingkat nasional. Dalam waktu berdekatan, kota ini meraih dua penghargaan bergengsi, yaitu Mandaya Award 2025 sebagai penghargaan atas kebijakan pemberdayaan masyarakat dan Penghargaan Kearsipan Kategori AA (Sangat Memuaskan) dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Bagi Abdul Hakam Sholahuddin, dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Balitar (Unisba) Blitar, capaian ganda ini bukan sekadar daftar penghargaan seremonial. Ia menilai, keduanya adalah indikator bahwa Kota Blitar telah melangkah ke arah reformasi birokrasi yang nyata, bukan hanya administratif, tetapi juga sosial dan partisipatif.
Baca Juga : Dinsos-P3AP2KB Catat Tren Kenaikan Laporan Kekerasan Perempuan dan Anak di Kota Malang
“Jika dilihat secara teoritik, dua penghargaan itu mencerminkan keberhasilan Kota Blitar menjalankan prinsip good governance,” ujar Hakam, Selasa (21/10/2025).
Dalam pandangannya, penghargaan Mandaya menunjukkan keberpihakan Pemkot pada empowerment policy, yaitu kebijakan yang menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunan. Sementara itu, penghargaan ANRI menegaskan adanya sistem administrasi yang tertib, akuntabel, dan transparan.
Menurutnya, kombinasi keduanya adalah kunci dari tata kelola pemerintahan modern. “Kebijakan yang kuat tanpa sistem yang tertib akan mudah kehilangan arah. Sebaliknya, sistem yang tertib tanpa keberpihakan sosial hanya akan menghasilkan birokrasi yang kering. Blitar berhasil menyeimbangkan keduanya,” jelasnya.
Hakam menjelaskan bahwa keseimbangan antara keberpihakan sosial dan ketertiban administratif inilah yang membedakan Kota Blitar dari banyak daerah lain. Ia menyebutnya sebagai model responsible local governance, yaitu pemerintahan yang bertanggung jawab, partisipatif, dan terukur.
“Dalam analisis kebijakan publik, kita melihat adanya continuum antara kebijakan sosial dan reformasi administrasi. Wali Kota Mas Ibin berhasil menjahit keduanya menjadi satu alur kebijakan yang berkesinambungan,” ujar Hakam.

Ia mencontohkan gaya kepemimpinan Mas Ibin yang kerap menyebut dirinya sebagai sales daerah. Bagi Hakam, hal itu bukan sekadar gaya populis, tetapi merupakan bentuk aktualisasi embodied leadership, yaitu pemimpin yang benar-benar menyatu dengan nilai yang ia sampaikan.
“Ketika wali kota ikut turun langsung dalam kegiatan promosi daerah, atau menyapa warga di lapangan, itu menunjukkan praktik kepemimpinan transformasional partisipatif. Ia tidak hanya memerintah, tapi memengaruhi dengan keteladanan,” ujarnya.
Dalam pandangan akademisnya, Hakam juga melihat dimensi hukum tata pemerintahan dalam capaian Kota Blitar. Nilai Indeks Kearsipan 91,59 dengan kategori AA (Sangat Memuaskan) menandakan bahwa sistem dokumentasi dan tata administrasi Pemkot Blitar telah mencapai level administrative compliance yang tinggi.
“Artinya, tertib dokumen, tertib data, dan tertib keputusan. Ini bukan hal kecil. Sebab, dari tertib arsip itulah kita bisa melacak, menilai, dan memperbaiki kebijakan publik dengan dasar yang kuat,” terangnya.

Lebih jauh, Hakam menilai sistem kearsipan bukan sekadar urusan prosedural, melainkan cerminan pemerintahan yang mau belajar.
“Inilah yang disebut adaptive governance, yaitu pemerintahan yang belajar dari masyarakat dan memperbaiki dirinya lewat data dan arsip,” imbuhnya.
Bagi Hakam, kota yang mampu menata arsipnya dengan baik, sesungguhnya sedang menata masa depannya. Karena arsip bukan hanya catatan, melainkan cermin kontinuitas dan kedewasaan institusi.
Baca Juga : Dewan Apresiasi Giat Advokasi Perlindungan Anak dari Dinsos-P3AP2KB Kota Malang
Abdul Hakam menutup pandangannya dengan refleksi menarik: keberhasilan Kota Blitar bukan hanya hasil kebijakan yang tepat, tapi juga kepemimpinan yang bernilai.
“Mas Ibin menunjukkan bahwa tata kelola pemerintahan yang baik tidak berhenti pada rule-based government, tapi juga value-based leadership. Nilai-nilai kejujuran, keterbukaan, dan pelayanan publik benar-benar dihidupkan,” tegasnya.
Menurutnya, reformasi birokrasi yang dijalankan Kota Blitar telah melewati tahap efisiensi dan mulai memasuki fase transformasi nilai.
“Kita melihat birokrasi yang tidak lagi menjadi penghambat, tetapi fasilitator. Pemerintah yang tidak hanya mengatur, tetapi juga menginspirasi,” ujarnya.
Bagi Abdul Hakam Sholahuddin, capaian ini mencerminkan bahwa Kota Blitar beruntung memiliki pemimpin seperti Mas Ibin, sosok yang bekerja bukan hanya dengan sistem, tetapi juga dengan hati. Ia menegaskan bahwa reformasi birokrasi di Kota Blitar menjadi bukti bahwa perubahan sejati berawal dari teladan, bukan dari perintah.

Kota Blitar semakin menampakkan wajah barunya sebagai kota yang SAE, bukan karena slogan, melainkan karena kerja yang terukur, transparan, dan berpihak pada rakyat.